http://www.jurnalnasional.com
by : Ahmad Thonthowi Djauhari

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Indonesia hingga saat ini belum menggunakan energi nuklir untuk pembangkit listrik bukan karena tidak mau. “Tapi kita harus lebih hati-hati,” katanya ketika berdialog dengan masyarakat Indonesia di Seoul, Korea Selatan, pekan lalu.

Kalla berkunjung untuk menghadiri pelantikan Presiden Korea Selatan, Lee Myung-bak, yang baru saja terpilih. Kunjungan dilakukan selama tiga hari. Mantan petinggi Hyundai, Lee Myung-bak akan dilantik besok dengan upacara resmi kenegaraan yang dihadiri oleh beberapa kepala negara dan kepala pemerintahan tetangga lainnya.

Dalam kesempatan dialog tersebut Kalla menjelaskan, di Indonesia masih banyak sumber energi alternatif yang bisa dikembangkan selain menggunakan nuklir. Wakil Presiden mencontohkan adanya kebocoran nuklir di Jepang menjadi perhatian serius pemerintah.

“Bagaimana Jepang dan Korea Selatan ini yang warganya terkenal sangat teliti saja bisa begitu, apalagi kalau kita nanti. Jadi harus lebih hati-hati lain (menggunakan nuklir). Kita masih punya sumber-sumber energi lain seperti batubara, geotermal, air dan sebagainya,” katanya.

Seperti diberitakan Antara, Wakil Presiden juga mengatakan saat ini di Pulau Jawa sering kali terjadi listrik padam. Hal itu terjadi bukan hanya karena pasokan listrik yang kurang, tetapi karena pertumbuhan ekonomi, dan kemajuan masyarakat. Selama ini, hal tersebut tidak diantisipasi dengan pembangunan pembangkit listrik baru. Sebagai akibatnya saat ini pasokan tidak mampu memenuhi kebutuhan.

“Makanya kita bangun 10 ribu megawatt , tapi selesainya baru 2009. Saat ini salah satu cara adalah kita hemat listrik. Kenapa orang banyak pakai listrik, karena listrik murah. Kita naikkan, orang marah semua. Ya sulit jadinya, yaa..mati lampu saja,” katanya yang disambut tawa ratusan warga Indonesia yang hadir.

Sementara itu, pakar biodiesel dan lingkungan dari Kyoto, Jepang mengunjungi pabrik pengolahan minyak jelantah menjadi bahan bakar biodiesel di Bogor, pekan lalu.
Tujuh orang pakar Jepang yang terdiri dari pakar biodiesel fuel (BDF), ahli Clean Development Mekanism (CDM), serta pejabat Pemerintah Kota Kyoto Jepang tersebut juga mengunjungi laboratorium pengolahan minyak jarak menjadi sabun mandi, sabun lulur, dan shampo di Laboratorium Bio Surfactan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Rombongan didampingi Asisten Daerah Bidang Sosial Ekonomi Kota Bogor Indra M Rusli, Asisten Daerah Bidang Umum, Kosasih, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), Iyus Herdius, dan Direktur Utama PT Bogor Energy Equatorial (BEE), Hasim Hanafie

Hasim mengatakan, BEE yang memproduksi biodiesel memiliki dua mesin masing-masing berkapasitas 20 liter dan 150 liter, yang bisa bekerja sampai lima kali produksi per hari. “Karena keterbatasan bahan baku minyak jelantah, yang sering dioperasikan adalah mesin yang berkapasitas 20 liter jelantah,” katanya.

Proses pengolahan dari minyak jelantah menjadi BDF membutuhkan waktu sekitar dua jam. Dari 100 persen minyak jelantah plus metoksida 10 persen, setelah diolah menjadi 90 persen biodiesel dan 10 persen gliserin (limbah).

Thonthowi Dj